Senin, 08 Juli 2013

DISTOSIA BAHU

FAKTOR RESIKO •Perkiraan bayi besar •Riwayat kencing manis •Riwayat persalinan dan keluarga dengan kelahiran bayi besar MEKANISME PENURUNAN BAHU Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan berada ada diameter obliq, di bawah ramus pubis, Saat ibu mengedan, dorongannya menyebabkan bahu sedikit berputar, sehingga bahu anterior berada tepat dibawah simpisis pubis dan bahu anterior lahir. Jika bahu gagal melakukan putaran untuk menyesuaikan dengan sumbu miring panggul dan tetap berada pada posisi anteroposterior, maka bahu akan terbentur dengan simpisis dan mengakibatkan kemacetan. Distosia bahu adalah : Impaksi bahu depan diatas simfisis Ketidakmampuan melahirkan bahu dengan mekanisme/cara biasa Diagnosis banding : Snug Distosia (karena obesitas ibu) dan bed Distosia (karena kasur yang terlalu elastis) PENYEBABNYA : Adanya Deformitas Panggul •Fase aktif dan Kala II yang pendek pada multipara yang menyebabkan penurunan kepala yang terlalu cepat, sehingga bahu tidak melipat saat melalui jalan lahir •Bayi besar (makrosemia) •Tali pusat pendek •Kembar yang terkunci TANDA – TANDA DISTOSIA BAHU •Dagu nampak tertarik kearah perineum •Turtle sign •Kepala tidak/sulit mengadakan putaran paksi luar •Pada saat menarik kepala kerah bawah, terasa berat dan bahu depan tidak lahir KOMPLIKASI Pada Janin akan mengakibatkan gangguan pada fungsi jantung dan aliran darah ke intracranial sehingga daat mengakibatkan kematian pada saat intrapartum atau masa neonatal •Komplikasi lain pada janin mengakibatkan paralisis plexus brachials dan fraktur clavikula. •Sedangkan pada ibu, akan mengakibatkan robekan pada vagina yang luas. Berapa waktu yang aman untuk penangan distosia bahu???? Ada yang berpendapat 5 menit, 10 menit kalau sebelumnya belum ada gangguan, yang terbaik adalah 3 menit (helen varney, 2008) HAL YG PERLU DIHINDARI SAAT MENEMUKAN DISTOSIA BAHU 4 P 1. Panic 2. Pulling : menarik kepala bayi 3. Pusshing : dorongan fundus 4. Pivoting : angulasi atau memutar kepala BEBERAPA PENDEKATAN DALAM PENANGAN DISTOSIA BAHU, YAITU 1. HELPERR Association of Familiy Practitioners (AAFP, 2001) •H : Help. Segeralah minta tolong pada masyarakat lain untuk memanggil bidan atau dokter terdekat, dan menyiapkan transportasi. •E : Evaluasi. Bidan mengevaluasi jalan lahir dan posisi bahu, dan jika perlu melakukan tindakan episiotomi. •L : Legs Hiperfleksi Bidan memposisikan ibu dengan kaki hiperfleksi kearah dada atau Manuver Mc.Robert P : Pressure Suprapubik Memberikan tekanan pada suprapubik untuk menekan bahu depan •E : Enter Vagina Melakukan manuver terhadap bahu dengan memasukan tangan pada vagina (lebih lanjut akan dijelaskan) •R : Remove Melahirkan bahu dengan cara menggeser posisi bahu atau mengeluarka lengan belakang •R : Roll Meminta ibu berguling pada posisi all fours (merangkak) 2. ALARM A sk for help (meminta bantuan) L ift the legs & buttocks (melipat kaki dan mengangkat bokong-mc.Robert) A nterior shoulder disimpaction (menghilangkan impaksi bahu depan) Ekternal (Manuver massanti, rubin 1) Internal (episiotomi dan Manuver rubin 2) R otation of posterior shoulder (memutar bahu belakang menjadi bahu depan) M annual removal posterior arm (mengeluarkan lengan belakang)

RUMAH TUNGGU KELAHIRAN

DEFINISI : Rumah tunggu kelahiran adalah suatu tempat atau ruangan yang berada dekat fasilitas kesehatan (RS, Puskesmas, Poskesdes) yang dapat digunakan sebagai tempat tinggal sementara ibu hamil dan pendampingnya (suami/kader/dukun atau keluarga) selama beberapa hari, saat menunggu persalinan tiba dan beberapa hari setelah bersalin. TUJUAN TUJUAN UMUM : Menurunkan kematian ibu akibat keterlambatan penanganan pada ibu hamil, bersalin dan nifas. TUJUAN KHUSUS : 1. Tersedianya rumah tunggu kelahiran sesuai kebutuhan setempat. 2. Adanya dukungan dana pemerintah daerah, swasta maupun masyarakat. 3. Adanya jejaringan pelayanan antara fasilitas kesehatan dengan rumah tunggu persalinan. 4. Meningkatnya persalinan di tenaga kesehatan. KRITERIA SASARAN Sasaran program rumah tunggu kelahiran adalah ibu hamil dengan faktor risiko dan risiko tinggi serta ibu hamil dari lokasi dengan geografi sulit. Ibu dengan faktor risiko dan risiko tinggi yaitu : 1. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun 2. Anak lebih dari 4. 3. Jarak persalinan terakhir dengan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun. 4. Kurang Energi Kronis (KEK) dengan lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm, atau penambahan berat badan < 9 kg selama masa kehamilan. 5. Anemia dengan hemoglobin < 11g/dl 6. Tinggi badan kurang dari 145 cm atau dengan kelainan bentuk panggul dan tulang belakang. 7. Riwayat hipertensi dalam kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan ini. 8. Sedang / pernah menderita penyakit kronis, antara lain : tuberkulosis, kelainan jantung ginjal hati, psikosis, kelainan endokrin (Diabetes Mellitus, Sistemik Lupus Erymathosus, dll), tumor dan keganasan. 9. Riwayat kehamilan buruk : keguguran berulang, kehamilan ektopik terganggu, mola hidatidosa, ketuban pecah dini, bayi dengan cacat kongenital. 10. Riwayat persalinan dengan komplikasi : persalinan dengan seksio sesaria, ekstraksi vakum / forceps. 11. Riwayat nifas dengan komplikasi : perdarahan pasca persalinan, infeksi masa nifas, psikosis post partum (post partum blues). 12. Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat kongenital. 13. Kelainan jumlah janin : kehamilan ganda, janin dampit, monster. 14. Kelainan besar janin : pertumbuhan janin terhambat, janin besar. 15. Kelainan letak dan posisi janin : lintang / oblique, sungsang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu. PENENTUAN LOKASI Semua rumah tunggu kelahiran harus berada dekat dengan fasilitas kesehatan, hal ini dimaksud agar dapat segera membawa ibu hamil apabila saat bersalin tiba atau terjadi kegawatdaruratan. Jarak yang dianjurkan untuk rumah tunggu kelahiran adalah tidak lebih dari 10 menit dengan berjalan kaki. Makin dekat lokasi rumah tunggu kelahiran dari fasilitas kesehatan, makin baik karena apabila terjadi kegawatdaruratan ibu hamil dapat ditangani lebih cepat. KRITERIA PEMILIHAN RUMAH TUNGGU KELAHIRAN Rumah tunggu kelahiran dapat merupakan sebuah rumah atau ruangan yang merupakan bagian dari rumah atau bangunan lain. Rumah tunggu kelahiran dapat juga dilpilih dari rumah keluarga atau kerabat ibu hamil, asalkan jaraknya dekat dengan fasilitas kesehatan serta transportasinya mudah. Untuk pemilihan rumah tunggu kelahiran ini, perlu diperhatikan kelayakan huni bagi ibu hamil dan pendampingnya, dimana terdapat ruangan untuk tidur dan kamar mandi serta air bersih. JENIS RUMAH TUNGGU KELAHIRAN Ditentukan jenis rumah tunggu kelahiran yang akan didirikan apakah rumah tunggu Poskesdes, rumah tunggu Puskesmas, atau rumah tunggu Rumah Sakit. Jenis rumah tunggu tergantung pada kebutuhan dan kemampuan daerah. a. Rumah Tunggu Poskesdes Adalah bangunan atau ruangan yang berada dekat Poskesdes, digunakan untuk ibu hamil yang non risiko. b. Rumah Tunggu Puskesmas Adalah rumah tunggu kelahiran yang berada dekat Puskesmas yang mampu memberikan pertolongan persalinan non risiko dan atau beberapa risiko yang disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas. c. Rumah Tunggu Rumah Sakit Adalah rumah tunggu kelahiran yang berada dekat dengan rumah sakit, digunakan oleh ibu hamil yang membutuhkan pertolongan persalinan di rumah sakit. BENTUK PELAYANAN YANG DITAWARKAN Penyediaan pelayanan dalam rumah tunggu kelahiran sangat bervariasi, hal ini bergantung pada kebutuhan setempat dan sumberdaya yang tersedia. Beberapa alternatif pelayanan yang disediakan dalam rumah tunggu kelahiran antara lain : a. Rumah tunggu kelahiran tanpa pelayanan Merupakan salah satu bentuk rumah tunggu kelahiran yang hanya menyediakan fasilitas untuk tinggal saja. Rumah ini dapat terdiri dari ruangan ruangan yang berisi meubelair standar, dapur denga peralatannya serta kamar mandi. Ibu hamil dan pendampingnya dapat tinggal di sini, tetapi dengan menyediakan keperluan sehari harinya sendiri, seperti berbelanja, memasak, mencuci dan membersihkan rumah, serta memenuhi segala kebutuhan pribadinya. b. Rumah tunggu kelahiran dengan pelayanan Rumah tunggu kelahiran ini selayaknya sebuah penginapan. Ibu hamil dapat tinggal di sini dengan mendapatkan pelayanan seperti makanan dan minuman, mencuci pakaian dan lain lain (tergantung kesepakatan setempat). Pengadaan kebutuhan sehari -hari untuk ibu hamil selama di rumah runggu kelahiran dapat dikelola oleh masyarakat melalui biaya dari masyarakat sekitar, pemerintah daerah atau donatur. c. Rumah tunggu kelahiran dengan pelayanan tambahan Rumah tunggu kelahiran model ini menyediakan berbagai macam kegiatan tambahan seperti memberikan ketrampilan perempuan, penyuluhan kesehatan, peningkatan pendapatan,dsb. (Ditulis oleh Sri Hartati dari Pedoman Rumah Tunggu Kelahiran - Depkes RI 2009)

Minggu, 07 Juli 2013

Abrupsio Plasenta

Abrupsio plasenta adalah pemisahan yang terlalu dini atau prematuredari plasenta yang tertanam secara normal pada dinding uterus dengan implantasinormal pada kehamilan trimester ketiga. Abrupsio plasenta ataupersalinan yang terlalu dini dari plasenta merpakan lepasnyasebagian atau seluruh plasenta dari tempat penanamannya. Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antara plasenta dan dinding rahim yang dapat menimbulkan gangguan terhadap ibu maupun bayi. Gangguan terhadap ibunya dapat dalam bentuk: • Berkurangnya darah dalam sirkulasi darah umum • Terjadi penurunan TD, peningkatan nadi dan pernapasan • Penderita tampak anemis • Dapat menimbulakan gangguan pembekuan darah, karena terjadipembekuan intravaskular yang diikuti hemolisis darah sehingga fibrinogenmakin berkurang dan memudahkan terjadinya perdarahan • Setelah persalinan dapat menimbulkan perdarahan postpartum karenaatonia uteri atau gangguan pembekuan darah • Menimbulkan gangguan fungsi ginjal dan terjadi emboli yang menimbulkankomplikasi sekunder • Peningkatan timbunan darah di belakang plasenta dapat menyebabkan rahimyang keras, padat, dan kaku.

Abrupsio Plasenta

Abrupsio plasenta adalah pemisahan yang terlalu dini atau prematuredari plasenta yang tertanam secara normal pada dinding uterus dengan implantasinormal pada kehamilan trimester ketiga. Abrupsio plasenta ataupersalinan yang terlalu dini dari plasenta merpakan lepasnyasebagian atau seluruh plasenta dari tempat penanamannya. Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antara plasenta dan dinding rahim yang dapat menimbulkan gangguan terhadap ibu maupun bayi. Gangguan terhadap ibunya dapat dalam bentuk: • Berkurangnya darah dalam sirkulasi darah umum • Terjadi penurunan TD, peningkatan nadi dan pernapasan • Penderita tampak anemis • Dapat menimbulakan gangguan pembekuan darah, karena terjadipembekuan intravaskular yang diikuti hemolisis darah sehingga fibrinogenmakin berkurang dan memudahkan terjadinya perdarahan • Setelah persalinan dapat menimbulkan perdarahan postpartum karenaatonia uteri atau gangguan pembekuan darah • Menimbulkan gangguan fungsi ginjal dan terjadi emboli yang menimbulkankomplikasi sekunder • Peningkatan timbunan darah di belakang plasenta dapat menyebabkan rahimyang keras, padat, dan kaku.

KETUBAN PECAH DINI

KETUBAN PECAH DINI dr.Bambang Widjanarko, SpOG Ketuban Pecah Dini ( amniorrhexis – premature rupture of the membrane PROM ) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm (PPROM = preterm premature rupture of the membrane - preterm amniorrhexis) Periode Laten : adalah interval waktu dari kejadian pecahnya selaput chorioamniotik dengan awal persalinan. Arti klinis Ketuban Pecah Dini adalah : 1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka kemungkinan terjadinya prolapsus talipusat atau kompresi talipusat menjadi besar. 2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian terendah yang masih belum masuk pintu atas panggul seringkali merupakan tanda adanya gangguan keseimbangan feto pelvik.. 3. KPD seringkali diikuti dengan adanya tanda-tanda persalinan sehingga dapat memicu terjadinya persalinan preterm dengan segala akibatnya. 4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam ( prolonged rupture of membrane) seringkali disertai dengan infeksi intrauterine dengan segala akibatnya. 5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka panjang kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan dan perkembangan janin. ANGKA KEJADIAN KPD merupakan komplikasi kehamilan pada 10% kehamilan aterm dan 4% kehamilan preterm. KPD PRETERM menyebabkan terjadinya 1/3 persalinan preterm dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal. Faktor resiko : • Golongan sosio ekonomi rendah • Ibu hamil tidak menikah • Kehamilan remaja • Merokok • Penyakit Menular Seksual • Vaginosis bakterial • Perdarahan antenatal • Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya KETUBAN PECAH DINI dan KETUBAN PECAH DINI PADA KEHAMILAN PRETERM Selaput ketuban dan cairan amnion memiliki fungsi penting selama pertumbuhan dan maturasi janin. • Kantung amnion merupakan tempat yang baik bagi gerakan dan perkembangan muskulo-skeletal janin. • Gerakan pernafasan yang disertai aliran cairan amnion kedalam saluran pernafasan janin penting bagi perkembangan saccus alveolaris paru. • Selaput ketuban merupakan penghalang masuknya polimikrobial flora vagina kedalam kantung amnion. KPD yang terjadi saat kehamilan aterm maupun preterm dapat merugikan outcome perinatal oleh karena adanya pengaruh mikrobiologis dan mekanis yang merugikan bagi pertumbhan dan perkembangan produk konsepsi akibat hilang atau berkurangnya cairan amnion dan selaput korioamniotik. Komplikasi KPD preterm seringkali menyebabkan terjadinya: • Persalinan preterm • Chorioamnionitis • Endometritis • Gawat janin atau asfiksia intrauterin ( pengaruh tekanan pada talipusat ) Persalinan preterm, korioamnionitis dan endometritis diakibatkan langsung oleh invasi mikroba kedalam cavum amnion atau inflamasi selaput chorioamniotik Angka kejadian chorioamnionitis berbanding terbalik dengan usia kehamilan, menurut Hillier dkk ( 1988): • Chorioamnionitis histologik 100% pada usia kehamilan kurang dari 26 minggu • Chorioamnionitis histologik 70% pada usia kehamilan kurang dari 30 minggu • Chorioamnionitis histologik 60% pada usia kehamilan kurang dari 32 minggu Gawat janin atau asfiksia intrauterin merupakan akibat dari kompresi talipusat yang berkepanjangan dan berulang akibat berkurangnya cairan amnion atau prolapsus talipusat KPD pada kehamilan yang sangat muda dan disertai dengan oligohidramnion yang berkepanjangan menyebabkan terjadinya deformasi janin antara lain : • Hipoplasia pulmonal • Potter ‘s fascia • Deformitas ekstrimitas Pemeriksaan diagnostik awal • Pada pasien hamil yang datang dengan keluhan “keluar cairan” harus dipikirkan diagnosa KPD • Tujuan umum diagnostik awal adalah : 1. Konfirmasi diagnosa 2. Menilai keadaan janin 3. Menentukan apakah pasien dalam keadaan inpartu aktif 4. Menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi • Pemeriksaan vaginal (vaginal toucher) harus sangat dibatasi termasuk untuk pemeriksaaan diagnostik awal • VT sebelum persalinan meningkatkan kejadian infeksi neonatus dan memperpendek periode laten. • Dengan menghindari VT , usaha mempertahankan kehamilan menjadi semakin lama. • Pemeriksaan inspekulo harus terlebih dahulu dilakukan meskipun pasien nampak sudah masuk fase inpartu oleh karena dengan pemeriksaan inspekulo dapat dilakukan penentuan dilatasi servik. • Oleh karena infeksi intra amniotik subklinis juga sering terjadi dan keadaan ini adalah merupakan penyebab utama dari morbiditas ibu dan anak, maka evaluasi gejala dan tanda infeksi pada pasien harus dilakukan secara teliti • Tanda infeksi yang jelas terdapat pada infeksi lanjut antara lain : demam, takikardi, uterus tegang, getah vagina berbau dan purulen • Diagnosa dini infeksi intraamniotik dilakukan dengan pemeriksaan : • 1. Leukositosis > 15.000 plp • 2. Protein C-reactive • Deteksi infeksi cairan amnion dilakukan dengan amniosentesis Penatalaksanaan KPD tergantung pada sejumlah faktor, antara lain : (1) Usia kehamilan (2) Ada atau tidak adanya chorioamnionitis A. Kehamilan yang disertai Amnionitis. Pada kasus KPD yang disertai dengan adanya tanda-tanda infeksi chorioamnionitis harus dilakukan terminasi kehamilan tanpa memperhatikan usia kehamilan. Sebelum terminasi kehamilan, diberikan antibiotika spektrum luas untuk terapi amnionitis B. Kehamilan aterm tanpa amnionitis Pada kehamilan aterm, penatalaksanaan KPD tanpa disertai amnionitis dapat bersifat aktif (segera melakukan terminasi kehamilan) atau ekspektatif (menunda persalinan sampai maksimum 12 jam). Penatalaksanaan ekspektatif : 1. Tirah baring 2. Pemberian antibiotika spektrum luas 3. Observasi tanda inpartu dan keadaan ibu dan anak 4. Bila selama 12 jam tak ada tanda-tanda inpartu dan keadaan umum ibu dan anak baik maka dapat dilakukan terminasi kehamilan 5. Bila selama masa observasi terdapat : 1. a. Suhu rektal > 37.60C 2. b. Gawat ibu atau gawat janin 6. Maka kehamilan harus segera diakhiri Penatalaksanaan aktif : Kehamilan segera diakhiri dengan cara yang sesuai dengan indikasi dan kontraindikasi yang ada. Baik pada penatalaksanaan aktif atau ekspektatif, harus diberikan antibiotika spektrum luas untuk mencegah terjadinya amnionitis. C. Kehamilan preterm tanpa amnionitis Prinsip penatalaksanaan tidak berbeda dengan penatalaksanaan pada kehamilan aterm tanpa amnionitis. Perbedaan terutama pada antisipasi terhadap resiko chorioamnionitis yang lebih tinggi. Pada kehamilan > 34 minggu, penatalaksanaan sama dengan penatalaksanaan pada kehamilan aterm tanpa amnionitis. Pada kehamilan kurang dari 24 minggu, resiko pecahnya ketuban dini terhadap ibu sangat tinggi. Pada usia kehamilan ini, pemberian steroid, tokolitik dan antibiotika tidak memberi manfaat bagi janin. Penatalaksanaan kasus seperti ini dapat secara aktif atau ekspektatif (poliklinis) dengan pengawasan dan informasi pada pasien yang baik dan sepenuhnya tergantung dari kehendak pasien dengan memperhitungkan segala resiko terhadap ibu dan anak. Pada kehamilan antara 24 – 32 minggu, sejumlah intervensi klinik sepertinya dapat memperpanjang masa kehamilan dan memperbaiki out come. Setelah diagnosa KPD ditegakkan maka dapat dilakukan pemberian: 1. Antibiotika Tak seperti halnya pada persalinan preterm tanpa KPD, pemberian antibiotika spektrum luas pada kasus KPD pada kehamilan preterm nampaknya memberikan dampak yang baik dalam hal memperpanjang usia kehamilan dan perbaikan outcome neonatal. 2. Kortikosteroid Banyak ahli yang memberikan rekomendasi penggunaan kortikosteroid pada kasus KPD preterm > 32 minggu dengan syarat tidak terdapat tanda amnionitis. Pada populasi yang diteliti terlihat adanya manfaat yang bermakna dari pemberian kortikosteroid dalam penurunan angka kejadian RDS-respiratory distress syndrome, Necrotizing Enterocolitis danperdarahan intraventricular . 3. Tokolitik Belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa penggunaan tokolitik saja dapat memperbaiki out come perinatal. Pada umumnya pemberian tokolitik pada kasus Preterm KPD dibatasi selama 48 jam hanya untuk memberikan kesempatan bagi pemberian kortikosteroid dan antibiotika. D. Penatalaksanaan pasien secara poliklinis Terhadap pasien preterm KPD dengan usia kehamilan kurang dari 32 minggu yang masih tetap tidak menunjukkan tanda-tanda inpartu selama masa observasi, air ketuban sudah tak keluar lagi dan tidak terdapat tanda oligohidramnion, ibu tidak menderita demam dan tak terdapat tanda-tanda iritabilitas uterus dimungkinkan untuk keluar rumah sakit (perawatan poliklinik) dengan advis khusus dan persetujuan pasien. Status pasien tersebut adalah sebagai pasien poliklinik dengan pengamatan sangat ketat. Di rumah, pasien diminta untuk istirahat total, tidak bersetubuh dan mencatat suhu rektal setiap 6 jam dan datang ke RS bila terdapat tanda-tanda amnionitis Setiap minggu pasien datang untuk perawatan antenatal dan dilakukan pemeriksaan suhu tubuh, non stress test setelah kehamialn 28 minggu, penilaian ultrasonografi untuk melihat pertumbuhan janin dan AFI- amniotic fluid index Permasalahan : apakah jenis penatalaksanaan pasien seperti diatas tidak memberikan resiko yang sangat tinggi terhadap ibu dan anak, mengingat bahwa pengamatan poliklinis tidak mudah untuk dilaksanakan oleh pasien khususnya untuk golongan sosial ekonomi rendah. RUJUKAN 1. Asrat T et al: Rate of recurrence of preterm rupture of the membranes in consecutive pregnancies. Am J Obstet Gynecol 165,1111-1115, 1991 2. American College Of Obstetrician and Gynecologist : Perinatal care at the treshold of viability. Practice Bulletin No.38 September 2002 3. Bullard I, Vermillion S, Soper D: Clinical intraamniotic infection and the outcome for very low birth weight neonates [abstract] Am J Obstet Gynecol 187;S73, 2002 4. Cunningham FG et al : Preterm Labor in “ Williams Obstetrics”, 22nd ed, McGraw-Hill, 2005 5. DeCherney AH. Nathan L : Late Pregnancy Complication inCurrent Obstetrics and Gynecologic Diagnosis and Treatment , McGraw Hill Companies, 2003 6. Lewis DF, Adair CD, Robichaux A et al: Antibiotic therapy in preterm rupture of membranes : Are seven days necessary ? A preliminary, randomized clinical trial. Am J Obstet Gynecol 188;1413, 2003

Entri Populer Q