Minggu, 27 Februari 2011

Asuhan Kebidanan

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL NY. R G1P0A0
DENGAN USIA KANDUNGAN 34 MINGGU
DI PUSKESMAS MENTENG


I. PENGKAJIAN DATA

A. IDENTITAS / BIODATA

Nama Ibu : Ny. R Nama Suami : Tn. S
Umur : 23 tahun Umur : 27 tahun
Suku/Bangsa : Dayak / WNI Suku/Bangsa : Dayak / WNI
Agama : Kristen Agama : Kristen
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. G. Obos Alamat : Jl. G. Obos
Telepon : Telepon :

B. ANAMNESA

Pada Tanggal : 23 Juni 2010 Pukul : 08. 50 WIB

1. Kunjungan ke I

2. Alasan kunjungan / keluhan utama :
o Ingin memeriksakan kehamilannya
o Nyeri uluh hati
o Sering buang air kecil (BAK)

3. Riwayat Psikososial
a. Kehamilan ini : direncanakan
b. Perasaan tentang kehamilan ini : senang dan menerima
c. Emosional ibu saat pengkajian : stabil
d. Jenis kelamin yang diharapkan : perempuan
e. Status perkawinan :
Umur : 22 tahun Dengan suami umur : 26 tahun
Lamanya : 1 tahun Anak : tidak ada Abortus : tidak pernah

f. Susunan keluarga / genogram







g. Perilaku Kesehatan :
Merokok : tidak
Alkohol : tidak
Narkoba : tidak

4. Riwayat Obstetri

a. Riwayat Haid
Haid pertama : 13 tahun teratur
Siklus : 28 hari Lamanya : 4-5 hari
Banyaknya : ± 50 cc Sifat darah : merah segar, berbau amis
Dismenorhoe : Ya

b. Riwayat Kehamilan
HPHT : 21 Oktober 2009
TP : 28 Juli 2010
Keluhan-keluhan :
Trimester I : mual, muntah
Trimester II : penglihatan kabur
Trimester III : nyeri ulu hati dan sering BAK
Pergerakan anak pertama kali : Hamil 20 Minggu
Bila pergerakan sudah terasa, pergerakan anak dalam 24 jam ( ) kurang dari 10 kali
( × ) lebih dari 10-20 kali
( ) lebih dari 20 kali
Bila ada pergerakan keluhan yang dirasakan : geli seperti ada tendangan

5. Riwayat kehamilan, Persalinan, dan Nifas Yang Lalu

Hamil ke Tgl Lahir Bayi BBL Jenis kelamin Jenis persalinan Umur kehamilan Penyulit kehamilan penolong Ket.






6. Riwayat KB : Tidak pernah










7. Riwayat Kesehatan

Penyakit yang pernah diderita :

Penyakit Klien Keluarga
Jantung
Hipertensi
Hepar
Diabetes mellitus
PHS
Campak
Malaria
TBC


Keturunan Kembar : tidak ada

8. Riwayat Kebiasaan

• Pola makan
Makan 3x sehari, porsi sedang
Minum ± 6-7 gelas sehari

• Pola Eliminasi
BAB : ± 1x sehari
BAK : ± 6-7x sehari

• Personal Hygiene
Mandi 2x sehari, gosok gigi 2x sehari, ganti pakaian dalam ± 2-3x sehari

• Aktivitas Sehari-hari
Ibu melakukan pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga

• Pola Istirahat dan Tidur
Malam : ± 6 jam sehari
Siang : ± 1-2 jam sehari

• Seksualitas
Sesuai kebutuhan

• Imunitas : TT ( ) belum ( ) sudah 2x
Tanggal : Lupa





C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Tanda Vital
Tekanan darah : 11o/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,8 oC

2. Lingkar Lengan Atas : 26 cm
3. Tinggi badan : 149 cm
4. Berat Badan Sebelum Hamil : 49 kg
5. Berat Badan Sekarang : 63 kg

6. Kepala dan Rambut
Warna Rambut : Hitam
Distribusi : Lebat
Kebersihan : Bersih
Kekuatan : Kuat
Keadaan kulit Kepala : Bersih dan Sehat

7. Muka
Oedema : Tidak Ada
Closmagravidarum : Ada

8. Mata
Conjungliva : Merah muda
Skelera : Tidak Ikterik
Kemampuan Penglihatan : Normal (baik)

9. Mulut
Gigi : Lengkap Bersih
Gusi : Tidak Berdarah
Mukosa Bibir : Lembab

10. Telinga
Pengeluaran Pertelingaan : Tidak ada
Kemampuan pendengaran : Baik

11. Hidung
Pengeluaran Perhidung : tidak ada
Kemampuan Penciuman : Baik

12. Leher
Pembesaran Kelenjar Tiroid : Tidak Ada
Pembesaran Vena Jugularis : Tidak Ada
Pembesaran Kelenjar Getah Bening : Tidak Ada


13. Dada
Simetris : Ya
Pergerakan Dada : Teratur

14. Mamae
Kesimetrisan : Simetris
Benjolan : Tidak Ada
Hiperfigementasi Areola : Tidak Ada
Bentuk Payudara : Bulat Menggantung
Keadaan Puting Susu : Menonjol keluar
Cairan Yang Keluar : Tidak Ada

15. Abdomen
Pembesaran : Sesuai Usia Kehamilan
Warna : Kecoklatan
Bekas Luka : Tidak Ada
Linea : Nigra
Strian : Livida
Leopoid I : TFU 3 jari bawah px ( MD = 32 cm)
Leopoid II : Pu-ki
Leopoid III : Pres-kep
Leopoid IV : V
TBBJ : 3255 gram
DJJ : + 128 x/menit

16. Genetal
Vagina : Oedema : Tidak Ada
Varises : Tidak Ada
Pembesaran Kelenjar : Tidak ada
Pengeluaran Cairan : Ada
Bekas Episiotomi : Tidak Ada
Kemerahan : Tidak Ada
Nyeri : Tidak Ada
Chadwick : Tidak Ada

17. Anus Hemoroid : Tidak Ada

18. Ekstermitas
Tangan : Kuku : Bersih
Oedema : Tidak Ada
Kaki : varises : Tidak Ada
Oedema : Tidak Ada
Reflek Patela : ka/ki : +/+

19. Punggung
Lordosis : Ya
Kiposis : Tidak
Skoliosis : Tidak
Ketuk costovertebra : -/- : ka/ki

20. Ukuran Panggul Luar
Distantia Spinarum : …… cm
Distantia Kristarum :……. cm
Conjunggata Eksterna :……. cm
Lingkar Panggul :……. Cm

21. Ukuran Panggul Dalam


D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboraturium
Tanggal : ………………………..
Darah : HB : ……
Golongan Darah : B
Rhesus : +
Urine : Protein : ……
Reduksi : ……

2. Pemeriksaan Penunjang Lainnya
Tidak Dilakukan


II. INTERPRESTASI DATA

Diagnosa : Ibu 23 tahun G1P0A0 hamil 34 minggu, JTHIU dengan preskep.

Subjektif :
 Ibu mengatakan ingin periksa kehamilannya
 Ibu mengatakan ini kehamilan yang pertama dan tidak pernah keguguran
 Ibu mengatakan nyeri ulu hati dan sering buang air kecil
 HPHT tanggal 21 Oktober 2009

Objektif :
 TP : 28 Agustus 2010
 k/u : baik, kesadaran compos mentis
 TTV : TD = 110/70 mmHg, RR = 20 x/menit
N = 82 x/menit, S = 36,8 0C
 Inspeksi : dilakukan pemeriksaan head to toe dan tidak ditemukan adanya kelainan
 Palpasi : Leher : pembesaran KGB ( - ), pembesaran vena jugularis ( - ), pembesaran kelenjar tiroid ( - )
Payudara : tidak ada massa / benjolan
Abdomen :
L I : TFU 3 jari bawah px (MD=32 cm)
L II : pu-ki
L III : Pres-kep
L IV :
 Auskultasi : DJJ ( + ) 128 x/menit
 Perkusi : ketuk costovertebrata : ka/ki : (-)/(-)
Refleks patella : ka/ki : (+)/(+)

Masalah : Gangguan rasa nyaman

Kebutuhan : cara mengatasi gangguan ketidaknyamanan

III. DIAGNOSA POTENSIAL : Tidak ada

IV. TINDAKAN SEGERA : Tidak ada

V. INTERVENSI

1. Lakukan komunikasi interpersonal
2. Beritahu hasil pemeriksaan
3. Informasi penyebab ketidaknyamanan dan cara mengatasinya
4. Jelaskan tentang : tanda bahaya kehamilan, pola nutrisi, pola personal hygiene, perawatan payudara, istirahat, persiapan persalinan, dan tanda-tanda persalinan.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan terapi
6. Anjurkan ibu datang 2 minggu lagi untuk control ulang atau bila ada keluhan

VI. IMPLEMENTASI

1. Melakukan komunikasi interpersonal antara ibu dan tenaga kesehatan agar tercipta suasana yang nyaman dan aman serta terjalin hubungan yang saling percaya.
2. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa k/u ibu baik, kesadaran compos mentis, TD = 110/70 mmHg, N = 82 x/menit, Rr = 20 x/menit, S = 36, 8 oC
3. Menginformasikan penyebab dan cara mengatasi ketidaknyamanan pada ibu bahwa sering buang air kecil karena tekanan uterus pada kandung kemih sehingga menyebabkan ibu sering buang air kecil, dan cara mengatasinya adalah perbanyak minum di siang hari dan kurangi minum pada malam hari serta batasi minum bahan diuretika alamiah seperti kopi, the, cola, dan caffeine.
4. Menjelaskan tentang :
• Tanda bahaya kehamilan : pendarahan, bengkak pada wajah dan tangan, pusing hebat disertai penglihatan kabur, ketuban pecah sebelum waktunya, nyeri abdomen, muntah terus-menerus, dan gerakan janin berkurang dari biasanya.
• Pola nutrisi : menganjurkan ibu makan makanan bergizi dengan menu yang seimbang dan bervariasi
• Personal hygiene : selalu menjaga kebersihan badan dan pakaian terutama pakaian dalam
• Perawatan payudara : bersihkan payudara dan lakukan massage ringan setiap kali mandi
• Pola istirahat : ibu dianjurkan istirahat yang cukup dan menghindari aktivitas yang berat
• Persiapan persalinan : fisik dan psikis ibu, penolong tempat persalinan, perlengkapan ibu dan bayi, siapa pengambil keputusan bila ada kegawatdaruratan, transportasi dan keuangan.
• Tanda-tanda persalinan : keluarnya lender darah pervaginam, konstraksi rahim yang teratur dan semakin bertambah sakit
5. Berkolaborasi dengan dokter untuk mendapatkan terapi :
Resep : B-12 3x1
SF 1x1
6. Anjurkan ibu kontrol ulang 2 minggu lagi dan atau bila ada keluhan

VII. EVALUASI

1. Ibu dan keluarga mengerti dengan penjelasan yang diberikan bidan
2. Ibu bersedia mengikuti anjuran yang diinformasikan oleh bidan.
3. Ibu bersedia dating kembali dan atau bila ada keluhan.

Senin, 14 Februari 2011

ETIS MEDIS AIDS MENURUT PANDANGAN AGAMA KRISTEN

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala atau sindroma menurunnya system kekebalan yang diperoleh. AIDS bukan penyakit keturunan tetapi adalah penyakit menular yang menyerang system kekebalan. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Seseorang yang sudah terinfeksi oleh virus tersebut tidak akan langsung terlihat gejala-gejalanya. Gejala penyakit akan timbul setelah bertahun-tahun, sementara yang bersangkutan sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain sejak mulai terinfeksi, tetapi dengan cara yang spesifik.
HIV adalah nama virus penyebab terjadinya AIDS. Virus ini sebetulnya sangat rapuh dan mudah dimatikan bila berada di luar tubuh manusia, yaitu dengan memanaskan 56 oC selama 30 menit, atau dengan alcohol 70%, kaporit atau betadin. Tapi sekali saja virus HIV berhasil masuk ke dalam tubuh atau sel darah putih, maka seumur hidup orang tersebut akan terinfeksi.
Sel darah putih adalah bagian dari system pertahanan tubuh terhadap penyakit, yang bekerja sedemikian rupa (sangat kompleks) sehingga dalam kondisi normal kita akan bebas dari sakit karena terbentuknya zat anti terhadap kuman yang berhasil masuk ke tubuh kita. HIV yang berhasil masuk dalam tubuh manusia akan menempel pada sel darah putih kemudian bersembunyi di dalam inti sel dan bersatu dengan DNA yang kemudian akan berkembang biak lalu menghancurkan sel darah putih.
Realitas menunjukkan AIDS bisa menyerang siapa saja termasuk orang beragama. Virus HIV tidak pernah menanyakan agama, usia, jenis kelamin, gaya hidup, maupun preferensi seksual. Melintasi garis-garis batas sosial, politik, dan ekonomi.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pandangan medis AIDS ?
2. Pendangan Etis AIDS menurut agama Kristen ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui apa pandangan medis tentang AIDS
2. Mengetahui pandangan etis AIDS menurut agama Kristen
3. Mengerti apa yang bisa kita lakukan pada penderita AIDS



BAB II
PEMBAHASAN
ETIS MEDIS TENTANG AIDS MENURUT PANDANGAN
AGAMA KRISTEN

HIV adalah virus dan dipandang dari sudut medis, AIDS adalah konsekuensi suatu infeksi virus. AIDS pertama kali dikenali dan diperkenalkan di negara-negara industri yang kaya. AIDS membawa dampak yang beranekaragam bagi masyarakat. Disatu tempat, ia mengemukakan tantangan terhadap pranata serta struktur social yang ada. Di lain tempat, ia mengangkat masalah penyalahgunaan obat-obat terlarang dengan segala resikonya. Sedang ditempat yang lain lagi, ia mempertanyakan berbagai aspek yang menyangkut seksualitas manusia.
Jumlah kasus HIV/AIDS tiap tahun bertambah dan makin banyak provinsi yang melaporkan kasus. Riwayat alamiah penyakit menunjukan bahwa orang yang telah terinfeksi HIV akan menunjukan gejala klinis setelah wakktu yang relative lama yaitu antara 2-10 tahun. Oleh karena itu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus yang sebenarnya adalah ppaling tidak 100 kali jumlah kasus yang dilaporkan. Perkiraan di Indonesia saat ini sudah ada beberapa puluhan ribu kasus HIV/AIDS.
HIV dapat berada dalam semua cairan tubuh seperti air mata, air ludah, cairan otak, cairan sperma, cairan vagina, darah, air susu ibu dan cairan lainnya. Terbanyak dilaporkan HIV ada dalam cairan otak (liquor cerebro spinalis). Tetapi cairan yang potensial dapat menularkan adalah cairan sperma, cairan vagina, darah dan air susu ibu.
Ada tiga cara penularan utama. Pertama, HIV bisa menular kepada seseorang yang berhubungan seks dengan orang yang sudah terinfeksi HIV. Perempuan lebih mudah tertular oleh laki-laki yang terinfeksi dibandingkan laki-laki oleh perempuan yang terinfeksi karena alat kelamin perempuan lebih mudah terluka. Kedua, HIV dapat menular melalui perlukaan kulit. Perlukaan di sini berupa tusukan alat suntik yang bekas orang yang telah terinfeksi atau melalui transfusi darah orang yang telah terinfeksi. Perlukaan lain adalah seperti alat cukur, alat-alat kedokteran, atau akupuntur yang tercemar dan belum disterilisasi juga dapat menjadi media penularan HIV. Ketiga, melalui ibu hamil yang telah terinfeksi kepada anaknya. Penularan ini dapat terjadi sewaktu bayi masih dalam kandungannya melalui plasenta atau waktu proses kelahiran dan waktu menyusui.
Penderita AIDS sering mendapat perlakuan yang tidak baik dari masyarakat karena banyak adanya salah pengertian terhadap bagaimana virus HIV menular. Masyarakat selalu menghubungkan penderita AIDS dengan perilaku seks yang jelek. AIDS adalah sangat kejam, tetapi mengucilkan penderita AIDS adalah tindakan yang lebih kejam. Perangilah AIDS tetapi bukan penderitanya. (Cuplikan dari Pedoman Penyuluhan AIDS Menurut Agama Islam, Depkes hal. 19, 1994).
Bila kita sudah memahami HIV/AIDS itu sebagai pekerjaan virus, maka yang kita perangi adalah virusnya dan yang kita tolong adalah si manusia penderitanya. Setiap peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan kita, apalagi yang tragis dan yang istimewa, mengajak kita untuk mencari “tangan” Tuhan yang melalui peristiwa-peristiwa itu mungkin hendak member peringatan kepada kita. Oleh karena itu, HIV/AIDS merupakan peringatan Tuhan agar manusia kembali kepada gaya hidup sehat. Tanpa bermaksud untuk membenarkan perilaku menyimpang dalam bentuk apapun, sebagai orang beragama yang seharusnya kita katakan adalah bahwa Tuhan membenci dosa, namun mengasihi para pendosa. Apalagi bila kita menyadari bahwa yang tertular oleh HIV/AIDS dalam jumlah yang besar adalah para perempuan dan bayi-bayi yang “tidak berdosa”. Seperti kata Profesor Thomas Mann dari Universitas Harvard, bahwa yang mesti kita perangi adalah virus, bukan orang.
Walaupun tidak banyak yang dapat dilakukan oleh agama untuk tindakan-tindakan yang bersifat kuratif namun menurut keyakinan saya, banyak hal-hal yang bermakna yang dapat dilakukan untuk tujuan-tujuan yang bersifat preventif dan rehabilitatif. Sekalipun agama tidak dapat berbuat banyak dalam hal curing (penyembuhan/pengobatan), ia dapat berbuat banyak dalam hal melakukan caring (perhatian/kepedulian). Di samping pembinaan umat untuk menganut gaya hidup sehat, yang tidak kurang penting yang dapat dilakukan agama adalah ikut serta menyebarkan informasi yang benar tentang AIDS sehingga tercipta sikap waspada tanpa memicu kecurigaan.



BAB III
P E N U T U P
Penderita AIDS seharusnya mendapat perlakuan yang baik dari keluarga dan masyarakat karena mereka yang terinfeksi sangat memerlukan dukungan dari orang-orang disekitarnya. Dengan begitu mereka merasa memiliki kehidupan yang sepantasnya mereka dapatkan dan kita bisa membuat kehidupan mereka jadi lebih berarti. Agama juga semestinya mengajak masyarakat untuk menyadari bahwa yang harus diperangi adalah virusnya bukan orangnya.





Semoga bisa bergunaaa...
>.<

Sabtu, 12 Februari 2011

Holy Births and Howling Babies

Behind the kitchen curtain, in the damp haze of morning
I watch them walk in shades of blue robe.
They glide in white sneakers across the parking lot.
They are cool, calm, brisk.

Someday, I'll go see them
I'll ask for some lesson on prayer.
Because the thing is ... I pray now.
Not Dear God Almighty !
Just slow, easy, quite thoughts.

I pray when my patience is worn
When my shoulders ache
When my own voice becomes bring to my ears.

I pray when my heart sits heavy with stories and faces of women
A prayer for 32 weeks babe
A prayer for lady with the skinny, squawking twins
A prayer for the woman without a mother, or a lover, or a friend
I pray when my cold hands run across a pregnant belly
and I feel a kick from the inside.

I pray for all my babies, Be good to your mama.
I pray for all my mothers, Be strong, be good to this baby.
I pray secretly and I pray slowly

I pray for us, the midwives and almost midwives
I pray that we make the right decisions
And I pray for those of us who make bad decisions
Decisions we regret with outcomes we can't change

I pray that we learn from our mistake
That with age come wisdom
I pray deeply and I pray completely
For all of the hands and all of the bellies
I pray for holy births and howling babies


(Dana Quealy, CNM, MSN)





Thaa suka banget sama puisi ini.
Mrs. Dana Quealy emg the best. Do'a2 yg beliau sampaikan
yang bisa menguatkan dan memberi pengharapan untuk para
bidan dan calon bidan.
Semoga para bidan di Indonesia bisa menjadi malaikat-
malaikat penolong dengan tangan mereka.
Menangkap malaikat kecil yang lahir ke dunia.

>.< Good job, midwife !!! Always pray and work. Dukungan Bidan dalam Pemberian ASI


Bidan mempunyai peranan yang sangat istimewa dalam menunjang pemberian ASI. Peran bidan dapat membantu ibu untuk memberikan ASI dengan baik dan mencegah masalah-masalah umum terjadi.
Peranan awal bidan dalam mendukung pemberian ASI adalah :
1. Meyakinkan bahwa bayi memperoleh makanan yang mencukupi dari payudara ibunya.
2. Membantu ibu sedemikian rupa sehingga ia mampu menyusui bayinya sendiri.
Bidan dapat memberikan dukungan dalam pemberian ASI, dengan :
1. Membiarkan bayi bersama ibunya segera sesudah lahir selama beberapa jam pertama.
2. Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah masalah umum yang timbul.
3. Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI.
4. Menempatkan bayi didekat ibu pada kamar yang sama (rawat gabung).
5. Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin.
6. Memberikan kolustrum dan ASI saja.
7. Menghindari susu botol dan “dot empeng”.

Kamis, 10 Februari 2011

ASPEK SOSIAL BUDAYA PADA KEHAMILAN TRIMESTER III

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan budaya dimana beragam suku dan berbagai budaya ada dalam Indonesia, itulah sebabnya semboyan Negara kita adalah “Bhinneka Tunggal Ika”. Berbedanya kebudayaan ini menyebabkan banyaknya mitos mengenai masa kehamilan, persalinan dan nifas. Mitos-mitos yang lahir dimasyarakat ini kebenarannya kadang tidak masuk akal dan bahkan dapat berbahaya bagi ibu dan bayi. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kehamilan, masa persalinan dan nifas.
Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (ante natal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri.
Faktanya masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, almiah, dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksa secara rutin ke bidan atau pun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka.
Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan karena kasusnya sudah terlambat sehingga mengakibatkan kematian. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi. Selain itu kurangnya pengetahuan dan pentingnya perawatan kehamilan, permasalahan-permasalahn pada kehamilan yang dipengaruhi oleh factor nikah pada usia muda yang banyak dijumpai di daerah pedesaan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang sehingga akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Jadi tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan.



B. TUJUAN PENULISAN
Agar mahasiswa kebidanan tahu aspek social budaya beberapa suku di Indonesia sehingga bila sudah terjun ke lapangan, mahasiswa dapat bersikap bijaksana dalam menghadapi mitos dan kepercayaan dari masyarakat tempat dia bertugas.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Aspek social budaya pada kehamilan trimester III dari beberapa suku di Indonesia ?
2. Pengertian aspek social budaya tersebut ?
3. Keuntungan dari aspek social budaya tersebut ?
4. Kerugian dari aspek social budaya tersebut ?


BAB II
PEMBAHASAN
ASPEK SOSIAL BUDAYA PADA KEHAMILAN TRIMESTER III

Tubuh ibu hamil makin terlihat membesar. Kadang ibu hamil harus berlatih menarik nafas dalam untuk memberikan oksigen yang cukup ke bayi. Ibu hamil perlu istirahat yang cukup, jangan berdiri lama-lama, dan jangan mengangkat barang berat pada masa ini.
• Semua organ tumbuh sempurna
• Janin menunjukkan aktivitas motorik yang terkoordinasi (‘nendang’, ‘nonjok’) serta periode tidur dan bangun. Masa tidurnya jauh lebih lama dibandingkan masa bangun.
• Paru-paru berkembang pesat menjadi sempurna.
• Pada bulan ke-9, janin mengambil posisi kepala di bawah, siap untuk dilahirkan.
• Berat bayi lahir berkisar antara 3 -3,5 kg dengan panjang 50 cm.


Beberapa kepercayaan yang ada misalnya di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di jawa barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makanannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Di masyarakat betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Contoh lain di daerah subang, ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring yang besar karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan. Pantangan mengenai makan ini merupakan hal yang merugikan ibu hamil, karena ibu dan janin mengalami kekurangan nutrisi. Padahal keuntungan yang didapatpun tidak ada.

Selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Hal ini dapat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Larangan untuk memakan buah-buahan seperti pisang, nanas, ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih dianut oleh beberapa kalangan masyarakat terutama masyarakat di daerah pedesaan. (Wibowo, 1993), padahal buah-buahan sangat dibutuhkan oleh wanita hamil.

Di kalangan masyarakat pada suku bangsa nuaulu (Maluku) terdapat suatu tradisi upacara kehamilan yang dianggap sebagai suatu peristiwa biasa, khususnya masa kehamilan seorang perempuan pada bulan pertama hingga bulan kedelapan. Namun pada usia saat kandungan telah mencapai Sembilan bulan, barulah mereka akan mengadakan suatu upacara.

Masyarakat nuaulu mempunyai anggapan bahwa pada saat usia kandungan seorang perempuan telah mencapai Sembilan bulan, maka pada diri perempuan yang bersangkutan banyak diliputi oleh pengaruh roh-roh jahat yang dapat menimbulkan berbagai bahaya gaib. Dan tidak hanya dirinya sendiri juga anak yang dikandungannya, melainkan orang lain disekitarnya, khususnya kaum laki-laki. Untuk menghindari pengaruh roh-roh jahat tersebut, si perempuan hamil perlu diasingkan dengan menempatkannya di posuno.

Masyarakat nuaulu juga beranggapan bahwa pada kehidupan seorang anak manusia itu baru tercipta atau baru dimulai sejak dalam kandungan yang telah berusia 9 bulan. Jadi dalam hal ini ( masa kehamilan 1-8 bulan ) oleh mereka bukan dianggap merupakan suatu proses dimulainya bentuk kehidupan.

Patokan yang dipakai untuk mengetahui usia kandungan seorang perempuan adalah dengan meraba bagian perut perempuan tersebut yang dilakukan oleh dukun beranak (irihitipue). Apabila irihitipue menyatakan bahwa usia kandungan yang telah mencapai Sembilan bulan, maka ia akan mengisyaratkan kepada seluruh perempuan dewasa anggota kerabat perempuan tersebut untuk segera mempersiapkan perlengkapan, peralatan, dan bermusyawarah untuk menentukan waktu penyelenggaraan upacara (pagi, siang, atau sore).

Sebagai catatan, upacara masa kehamilan tidak boleh dilaksanakan pada malam, karena malam hari dianggap saat-saat bergentayangan berbagai jenis roh jahat yang dapat menyusup ke tubuh ibu maupun sang jabang bayi., sehingga bisa terjadi sesuatu yang tidak diinginkan (buruk) pada anak yang bersangkutan.

Penyelenggaran upacara kehamilan Sembilan bulan melibatkan didalamnya pemimpin upacara dan peserta upacara. Pemimpin upacara adalah irihitipue (dukun beranak). Peserta upacara adalah para perempuan dewasa dari soa (kelompok kerabat) perempuan yang hamil dan suaminya. Mereka akan mengikuti prosesi upacara, baik dirumah maupun di posuno. Selain itu mereka jugalah yang menyediakan segala perlengkapan, menentukan waktu akan dilangsungkannya upacara dan sebagai saksi pelaksanaan upacara.

Pada saat jalannya upacara seorang perempuan hamil yang telah Sembilan bulan, ia akan diantar oleh irihitipue (dukun beranak) dan kaum perempuan yang ada di dalam rumah atau tetangga yang telah dewasa menuju ke posuno. Ketika perempuan tersebut berada di depan pintu posuno, irihitipue membacakan mantra-mantra yang berfungsi sebagai penolak bala. Mantra tersebut dibacakan didalam hati (tanpa bersuara) oleh irihitipue dengan maksud agar tidak dapat diketahui oleh orang lain, karena bersifat rahasia. Oleh karena itu, hanya irihitipue dan keluarga intinya saja yang mengetahui mantra tersebut.

Ketika selesai membaca mantra, perempuan yang hamil tersebut diantar masuk ke dalam posuno dan rombongan kemudian pulang meninggalkan wanita tersebut, irihitipue setiap saat akan mengunjungi mereka untuk memeriksa keadaan dirinya. Semua keperluan wanita hamil ini dilayani oleh wanita-wanita kerabatnya. Sebagai catatan, mereka akan tetap berdiam disitu tidak hanya sampai selesainya upacara kehamilan Sembilan bulan, tetapi sampai tiba waktunya melahirkan hingga 40 hari setelah melahirkan.

Setelah perempuan hamil tersebut berada di posuno, maka pihak keluarga akan memberitahukan kepada seluruh perempuan dewasa dari kelompok kerabat (soa) perempuan hamil tersebut dan dari kelompok kerabat suaminya untuk berkumpul di rumah perempuan tersebut. Selanjutnya mereka pergi menuju ke posuno untuk mengikuti upacara masa kehamilan Sembilan bulan. Sebelum mereka menuju ke posuno, para perempuan dewasa tersebut akan berkumpul berkeliling di dalam rumah untuk memanjatkan doa kepada upu kuanahatana agar perempuan yang sedang hamil tersebut selalu dilindungi dan terbebas dari pengaruh roh-roh jahat.

Kemudian setelah memanjatkan doa di dalam rumah, mereka menuju ke posuno bersama-sama dan dipimpin oleh irihitipue. Pada waktu sampai di posuno, mereka kemudian duduk mengelilingi perempuan hamil tersebut, sedangkan irihitipue mendekati perempuan tersebut dan duduk di sampingnya. Perempuan yang hamil tersebut kemudian dibaringkan oleh irihitipue lalu diusap-usap perutnya sambil mengucapkan mantra-mantra yang bertujuan untuk memohon keselamatan dan perlindungan dari upu kuanahatana.

Pada saat selesainya pembacaan mantra, maka selesainya pula acara pelaksanaan upacara masa kehamilan Sembilan bulan. Para kerabat dan irihitipue kemudian pulang ke rumah masing-masing. Sementara perempuan hamil tersebut tetap tinggal di posuno sampai melahirkan dan 40 hari setelah masa melahirkan. Untuk keperluan makan dan minum selama berhari-hari di posuno, pihak kerabatnya sendiri (soanya) akan selalu mengantarkan makanan dan minuman kepadanya.

Ada beberapa nilai yang terkandung dalam upacara tersebut, nilai-nilai itu antara lain adalah kebersamaan, gotong-royong, keselamatan, dan religius.

Nilai kebersamaan tercermin dari berkumpulnya sebagian besar anggota keluarga dan masyarakat dalam suatu tempat untuk makan bersama. Ini adalah wujud kebersamaan dalam hidup barsama di dalam lingkungannya. Dalam hal ini, kebersamaan sebagai komunitas yang mempunyai wilayah, adat istiadat dan budaya yang sama.

Nilai kegotong-royongan tercermin dari keterlibatan berbagai pihak berbagai pihak dalam penyelenggaraan upacara. Mereka saling bantu demi terlaksananya upacara.

Nilai keselamatan tercermin dalam adanya kepercayaan bahwa pada masa usia kehamilan yang telah mencapai 9 bulan adalah masa yang di anggap kritis bagi seorang perempuan, karena pada masa inilah ia dan bayi yang dikandungnya rentan terhadapa bahaya-bahaya goib yang berasal dari roh-roh jahat yang dapat berakibat buruk pada keselamatan dirinya sendiri maupun bayinya.

Nilai religius tercermin dalam doa bersama yang dilakukan oleh kelompok kerabat perempuan, baik sebelum berangkat ke posuno maupun pada saat berlangsungnya upacara. Tujuannya adalah agar bayi mendapatkan perlindungan dari roh-roh para leluhur (Ali Gufron).

Pada masyarakat di Kalimantan tepatnya di Kalimantan Selatan, ada beberapa pantangan yang harus dipatuhi oleh ibu hamil maupun suaminya, yaitu :
1. Tidak boleh duduk di depan pintu, dikhawatirkan akan susah melahirkan.
2. Tidak boleh keluar rumah pada waktu senja hari menjelang waktu maghrib, dikhawatirkan kalau diganggu mahluk halus atau roh jahat.
3. Tidak boleh makan pisang dempet, dikhawatirkan anak yang akan dilahirkan akan kembar dempet atau siam.
4. Jangan membelah puntung atau kayu api yang ujungnya sudah terbakar, karena anak yang dilahirkan bisa sumbing atau anggota badannya ada yang buntung.
5. Jangan meletakan sisir di atas kepala, ditakutkan akan susah saat melahirkan.
6. Dilarang pergi ke hutan, karena wanita hamil menurut kepercayaan mereka baunya harum sehingga mahluk-mahluk halus dapat mengganggunya.
7. Dilarang menganyam bakul karena dapat berakibat jari-jari tangannya akan berdempet menjadi satu.
Sedangkan pada masyarakat Dayak Ngaju, pantangan yang harus dipatuhi misalnya :\
1. Jangan duduk di depan pintu pada sore hari
Menurut orang tua dayak jaman dahulu, pintu bukan hanya merupakan jalan masuk bagi manusia. namun juga jalan bagi mahluk gaib di sore hari.
2. Jangan membuat kulit ketupat pada masa hamil
Orang tua percaya , karena daun kelapa untuk kulit ketupat harus dianyam tertutup rapat oleh wanita hamil, dikuatirkan bayi yang lahir nanti kesindiran , tertutup jalan lahirnya.
3. Tidak boleh membelah/memotong binatang
Artinya agar bayi yang lahir nanti tidak sumbing atau cacat fisik lainnya.
4. Tidak boleh menutup pinggir perahu (galak haruk), memaku perahu, memaku rumah, membelah kayu api yang sudah terbakar ujungnya, memukul kepala ikan.
Pengertian pantangan ini pun dimasudkan agar sang bayi kelak lahir dengan lancar dan dalam keadaan sehat (Pantangan untuk Bapak).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan terdiri dari 3 macam faktor antara lain :

1. Faktor Fisik

Faktor fisik seorang ibu hamil dipengaruhi oleh status kesehatan dan status gizi ibu tersebut. Status kesehatan ini dapat diketahui dengan memeriksakan diri dan kehamilannya ke pelayanan kesehatan terdekat, puskesmas, rumah bersalin, atau poliklinik kebidanan.

2. Faktor Psikologis

Faktor ini dapat mempengaruhi kehamilan seperti stress yang terjadi pada ibu hamil dalam kesehatan ibu dan janinnya dan akan berpengaruh terhadap perkembangan atau gangguan emosi pada janin yang telah lahir nanti.

Tidak hanya stress yang dapat mempengaruhi kehamilan akan tetapi dukungan dari keluarga pun dapat menjadi pemicu menentukan kesehatan ibu. Jika seluruh keluarga mengharapkan kehamilan bahkan mendukungnya dalam berbagai hal, maka ibu hamil tersebut akan merasa lebih percaya diri, lebih bahagia dan siap dalam menjalani kehamilan, persalinan, dan masa nifasnya.

3. Faktor sosial budaya dan ekonomi

Faktor ini mempengaruhi kehamilan dari segi gaya hidup, adat istiadat, fasilitas kesehatan dan ekonomi. Gaya hidup yang sehat dapat dilakukan seperti menghindari asap rokok karena dapat berpengaruh terhadap janin yang dikandungnya. Perilaku makan juga harus diperhatikan, terutama yang berhubungan dengan adat istiadat seperti makanan ysng dipantang adat padahal baik untuk gizi ibu hamil, maka sebaiknya tetap dikonsumsi. Ibu hamil juga harus menjaga kebersihan dirinya.

Ekonomi juga merupakan faktor yang mempengaruhi proses kehamilan yang sehat terhadap ibu dan janin. Dengan adanya ekonomi yang cukup dapat memeriksakan kehamilannya secara rutin, merencanakan persalinan di tenaga kesehatan dan melakukan persiapan lainnya dengan baik, maka proses kehamilan dan persalinan dapat berjalan dengan baik.



UPACARA KEHAMILAN TUJUH BULAN
Ada beberapa upacara yang biasa dilakukan masyarakat Indonesia pada saat memasuki usia kehamilan ke tujuh. Diantaranya adalah sebagai berikut.
Upacara Tingkepan atau Matoni dari Jawa
Upacara adat Tingkepan atau Mintoni sendiri merupakan sebuah upacara adat yang dilaksanakan untuk memperingati kehamilan pertama ketika kandungan sang ibu hamil tersebut memasuki bulan ke tiga, lima dan puncaknya ke tujuh bulan. Adapun maksud dan tujuan dari digelarnya upacara adat ini adalah untuk mensucikan calon ibu berserta bayi yang di kandungnya, agar selalu sehat segar bugar dalam menanti kelahirannya yang akan datang.
Pertama-tama sang calon ayah dan calon ibu yang akan melakukan upacara Tingkepan duduk untuk menemui tamu undangan yang hadir untuk menyaksikan upacara Tingkepan ini di ruang tamu atau ruang lain yang cukup luas untuk menampung para undangan yang hadir. Setelah semua undangan hadir maka barulah kemudian sang calon ibu dan ayah inipun di bawa keluar untuk melakukan ritual pembuka dari acara tingkepan itu sendiri yakni sungkeman. Sungkeman adalah sebuah prosesi meminta maaf dan meminta restu dengan cara mencium tangan sambil berlutut. Kedua calon ayah dan calon ibu dengan diapit oleh kerabat dekat diantarkan sungkem kepada eyang, bapak dan ibu dari pihak pria, kepada bapak dan ibu dari pihak puteri untuk memohon doa restu. Baru kemudian bersalaman dengan para tamu lainnya.
Setelah acara sungkeman selesai barulah kemudian digelar upacara inti yakni memandikan si calon ibu setelah sebelumnya peralatan upacara tersebut telah dipersiapkan. Alat-alat dan bahan dalam upacara memandikan ini sendiri adalah antara lain bak mandi yang dihias dengan janur sedemikian rupa hingga kelihatan semarak, alas duduk yang terdiri dari klosobongko, daun lima macam antara lain, daun kluwih, daun alang-alang, daun opo-opo, daun dadapserat dan daun nanas. Jajan pasar yang terdiri dari pisang raja, makanan kecil, polo wijo dan polo kependem, tumpeng rombyong yang terdiri dari nasi putih dengan lauk pauknya dan sayuran mentah. Baki berisi busana untuk ganti, antara lain kain sidoluhur; bahan kurasi; kain lurik yuyu sukandang dan morikputih satu potong; bunga telon yang terdiri dari mawar, melati dan kenanga; cengkir gading dan parang serta beberapa kain dan handuk.
Setelah semua bahan lengkap tersedia maka barulah kemudian si calon ibu pun di mandikan. Pertama-tama yang mendapat giliran memandikan biasanya adalah nenek dari pihak pria, nenek dari pihak wanita, dan kemudian barulah secara bergiliran ibu dari pihak pria, ibu dari pihak wanita, para penisepuh yang seluruhnya berjumlah tujuh orang dan kesemuanya dilakukan oleh ibu-ibu. Disamping memandikan, para nenek dan ibu-ibu ini pun diharuskan untuk memberikan doa dan restunya agar kelak calon bayi yang akan dilahirkan dimudahkan keluarnya, memiliki organ tubuh yang sempurna (tidak cacat), dan sebagainya.
Sementara itu, ketika calon ibu dimandikan maka yang dilakukan oleh calon ayah berbeda lagi yakni mempersiapkan diri untuk memecah cengkir (kelapa muda) dengan parang yang telah diberi berbagai hiasan dari janur kelapa. Proses memecah cengkir ini sendiri hanya sekali ayun dan harus langsung terbelah menjadi dua bagian. Maksud dari hanya sekali ayun dan harus langsung terbelah ini sendiri adalah agar kelak ketika istrinya melahirkan sang anak tidak mengalami terlalu banyak kesulitan. Setelah semua upacara itu terlewati, langkah selanjutnya adalah sang calon ayah dan calon ibu yang telah melakukan upacara tersebut pun diiring untuk kembali masuk kamar dan mengganti pakaian untuk kemudian bersiap melakukan upacara selanjutnya yakni memotong janur. Prosesi memotong janur ini sendiri adalah pertama-tama janur yang telah diambil lidinya itu dilingkarkan ke pinggang si calon ibu untuk kemudian dipotong oleh si calon ayah dengan menggunakan keris yang telah dimantrai. Proses memotong ini sama seperti halnya ketika memecah cengkir, sang calon ayah harus memotong putus pada kesempatan pertama.
Setelah selesainya upacara memotong janur ini pun kemudian dilanjutkan dengan upacara berikutnya yakni upacara brojolon atau pelepasan. Upacara brojolan ini sendiri adalah sebuah upacara yang dilakukan oleh calon ibu sebagai semacam simulasi kelahiran. Dalam upacara ini pada kain yang dipakai oleh calon ibu dimasukkan cengkir gading yang bergambar tokoh pewayangan yakni Batara Kamajaya dan Batari Kamaratih. Tugas memasukkan cengkir dilakukan oleh ibu dari pihak wanita dan ibu dari pihak pria bertugas untuk menangkap cengkir tersebut di bawah (antara kaki calon ibu). Ketika cengkir itu berhasil ditangkap maka sang ibu itu pun harus berucap yang jika dibahasa Indonesiakan berbunyi, “Pria ataupun wanita tak masalah. Kalau pria, hendaknya tampan seperti Batara Kamajaya dan kalau putri haruslah cantik layaknya Batari Kamaratih.” Kemudian seperti halnya bayi sungguhan, cengkir yang tadi ditangkap oleh ibu dari pihak pria ini pun di bawa ke kamar untuk ditidurkan di kasur.
Langkah berikutnya yang harus dilakukan oleh calon ibu ini pun harus memakai tujuh perangkat pakaian yang sebelumnya telah disiapkan. Kain-kain tersebut adalah kain khusus dengan motif tertentu yaitu kain wahyutumurun, kain sidomulyo, kain sidoasih, kain sidoluhur, kain satriowibowo, kain sidodrajat, kain tumbarpecah dan kemben liwatan. Pertama, calon ibu mengenakan kain wahyutumurun, yang maksudnya agar mendapatkan wahyu atau rido yang diturunkan oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Kedua, calon ibu mengenakan kain sidomulyo, yang maksudnya agar kelak hidupnya mendapatkan kemuliaan. Ketiga, calon ibu mengenakan kain sidoasih, maksudnya agar kelak mendapatkan kasih sayang orang tua, maupun sanak saudara. Keempat, calon ibu mengenakan busana kain sidoluhur, maksud yang terkandung di dalamnya agar kelak dapat menjadi orang yang berbudi luhur. Kelima, calon ibu mengenakan kain satriowibowo, maksudnya agar kelak dapat menjadi satria yang berwibawa. Keenam, calon ibu mengenakan busana kain sidodrajat, terkandung maksud agar kelak bayi yang akan lahir memperoleh pangkat dan derajat yang baik. Ketujuh, calon ibu mengenakan busana kain tumbarpecah dan kemben liwatan yang dimaksudkan agar besok kalau melahirkan depat cepat dan mudah seperti pecahnya ketumbar, sedangkan kemben liwatan diartikan agar kelak dapat menahan rasa sakit pada waktu melahirkan dan segala kerisauan dapat dilalui dengan selamat. Sambil mengenakan kain-kain itu, ibu-ibu yang bertugas merakit busana bercekap-cakap dengan tamu-tamu lainnya tentang pantas dan tidaknya kain yang dikenakan oleh calon ibu. Kain-kain yang telah dipakai itu tentu saja berserakan dilantai dan karena proses pergantiannya hanya dipelorotkan saja maka kain-kain tersebutpun bertumpuk dengan posisi melingkar layaknya sarang ayam ketika bertelur. Dengan tanpa dirapikan terlebih dahulu kain-kain tersebut kemudian dibawa ke kamar.
Prosesi selanjutnya sekaligus sebagai penutup dari rangkaian prosesi upacara tersebut adalah calon ayah dengan menggunakan busana kain sidomukti, beskap, sabuk bangun tulap dan belankon warna bangun tulip, dan calon ibu dengan mengenakan kain sidomukti kebaya hijau dan kemben banguntulap keluar menuju ruang tengah dimana para tamu berkumpul. Di sini sebagai acara penutup sebelum makan bersama para tamu, terlebih dahulu dilakukan pembacaan doa dengan dipimpin oleh sesepuh untuk kemudian ayah dari pihak pria pun memotong tumpeng untuk diberikan kepada calon bapak dan calon ibu untuk dimakan bersama-sama. Tujuan dari makan timpeng bersama ini sendiri adalah agar kelak anak yang akan lahir dapat rukun pula seperti orang tuanya. Pada waktu makan ditambah lauk burung kepodang dan ikan lele yang sudah digoreng. Maksudnya agar kelak anak yang akan lahir berkulit kuning dan tampan seperti burung kepodang. Sedangkan ikan lele demaksudkan agar kelak kalau lahir putri kepala bagian belakang rata, supaya kalau dipasang sanggul dapat menempel dengan baik. Usai makan bersama, acara dilanjutkan upacara penjualan rujak untuk para tamu sekaligus merupakan akhir dari seluruh acara tingkepan atau mitoni. Sambil bepamitan, para tamu pulang degan dibekali oleh-oleh, berupa nasi kuning yang ditempatkan di dalam takir pontang dan dialasi dengan layah. Layah adalah piring yang terbuat dari tanah liat. Sedangkan, takir pontang terbuat dari daun pisang dan janur kuning yang ditutup kertas dan diselipi jarum berwarna kuning keemasan.
Kerugian : Tidak ada
Keuntungan : Memberikan rasa bahagia dan nyaman bagi ibu.
Upacara “Nujuh Bulanin” dari Betawi
Upacara kehamilan dilakukan sebagai upaya memberitahukan kepada masyarakat, tetangga-tetangga dan kerabat keluarga, bahwa seorang wanita sudah betul-betul hamil dan akan melahirkan keturunan. Selain itu, juga mengandung harapan agar ibu yang mengandung dan bayi yang dikandungnya mendapat keselamatan.

Kepercayaan yang berkenanan dengan siklus hidup idividu seperti upacara "nujuh bulanan" ini masih kuat melekat pada orang Betawi di Kampung Bojong. Mereka percaya bahwa upacara "nujuh bulanin" perlu dilakukan demi keselamatan ibu dan anak yang dikandungnya. Selain itu mereka juga percaya bahwa upacara nujuh bulanin merupakan penangkal agar anak yang akan dilahirkan kelak patuh kepada orang tuanya dan tidak nakal.

Upacara "nujuh bulanin" di lakukan pada saat mengandung pertama, dan usia kandungannya sudah tujuh bulan. Karena itulah upacara ini disebut "nujuh bulanin". Pada kehamil¬an kedua dan seterusnya tidak dilakukan upacara semacam ini lagi.

Upacara ini selalu menggunakan sajian, dan salah satu sajian yang terpenting adalah bunga yang berjumlah tujuh macam. Bunga ini bermakna bila bayi yang lahir kelak laki-laki akan dapat membawa nama yang harum bagi orang tuanya sebagai harumnya bunga, dan kalau bayi tersebut wanita, supaya cantik seperti cantiknya bunga. Menurut kepercayaan mereka, sajian terutama bunga harus lengkap, apabila sajian tidak lengkap kemungkinan besar bayi akan lahir dengan sulit atau setelah dewasa nanti, si anak tidak menurut kepada orang tua.
Sebelum upacara dimulai, wakil dari keluarga, biasanya seorang yang dituakan dan merangkap sebagai pembawa acara, memberikan penjelasan mengenai maksud diselenggarakan upacara selamatan tersebut, serta mengucapkan selamat datang dan terima kasih kepada sanak keluarga serta para tamu yang hadir. Pada saat upacara berlangsung, teknis pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada seorang dukun beranak yang biasanya sudah berumur lanjut. Dukun ini menguasai benar seluk beluk mantera¬-mantera yang berhubungan dengan kehamilan, serta urut-urutan upacara dan mulai hingga selesai.

Peranan dukun beranak ini amat penting dan menempati posisi sentral dalam upacara selamatan "Nujuh Bulanin", sehingga semua yang hadir menyimak dan mengikutinya dengan seksama. Di samping sebagai penanggung jawab teknis upacara, dukun ini dibantu oleh beberapa kaum ibu yang bertugas mempersiapkan kain batik, baju, handuk, air yang ditempatkan di dalam ember dengan diberi 7 macam bunga-bungaan, gayung mandi dan se¬bagainya, untuk pelaksanaan upacara memandikan.

Kelompok pengajian dipimpin oleh seorang ibu, yang biasa juga memimpin pengajian pada acara-acara lain¬nya. Kelompok ini terdiri dari kaum ibu yang berjumlah antara 10 hingga 15 orang dengan berbusana muslim.

Pada pelaksanaan upacara ini, kaum wanita memegang peranan penting. Ini sekaligus menunjukkan unsur emansipasi dan ke¬gotongroyongan pada masyarakat Betawi. Mereka dengan senang hati membantu melaksanakan sepenuhnya kegiatan upacara tersebut sejak dimulai hingga selesai pelaksana¬annya.
Kerugian : Tidak ada
Keuntungan :
Memberikan rasa nyaman dan bahagia untuk menghadapi masa-masa persalinan bagi ibu hamil.
Upacara Mandi Hamil pada Masyarakat Banjar
Tidak semua wanita yang hamil pertama kali harus menjalani upacara mandi. Konon yang harus menjalaninya ialah yang keturunannya secara turun temurun memang harus menjalaninya. Pada upacara mandi hamil, mungkin si calon ibu sebenarnya bukan tergolong yang wajib menjalaninya, tetapi konon bayi yang dikandungnya mungkin mengharuskannya melalui ayahnya dan dengan demikian si calon ibu ini pun harus menjalaninya pula. Lalai melakukan upacara itu konon menyebabkan yang bersangkutan atau salah seorang anggota kerabat dekat “dipingit”. Sebagai akibat peristiwa “pemingitan” itu proses kelahiran berjalan lambat.
Untuk melaksanakan upacara ini kadang-kadang dipadakan saja dengan meminta banyu baya kepada seorang bidan, membuat banyu Yasin sendiri yang kemudian dicampur dengan bunga-bungaan dan melakukan sendiri upacara di rumah yang dibantu oleh wanita-wanita tua yang masih berhubungan kerabat dekat dengannya atau dengan suaminya.
Sebagai syarat melaksanakan upacara mandi ini disiapkan nasi ketan dengan inti, yang dimakan bersama setelah upacara selesai. Upacara mandi yang demikian sederhana ini sebenarnya juga dilaksanakan pada kehamilan ketiga, kelima dan seterusnya di Dalam Pagar dan sekitarnya, khususnya apabila terdapat kesukaran pada kehamilan sebelumnya.
Dalam kehidupan masyarakat Banjar yang masih terikat akan tradisi lama, apabila seseorang wanita yang sedang hamil untuk kali pertamanya, ketika usia kehamilan mencapai tiga bulan atau pada kehamilan tujuh bulan maka diadakanlah suatu upacara dengan maksud atau tujuan utama untuk menolak bala dan mendapatkan keselamatan. Karena menurut kepercayaan sebagian masyarakat Banjar, bahwa wanita yang sedang hamil tersebut suka diganggu mahluk-mahluk halus yang jahat.
Pada masyarakat Banjar Batang Banyu telah diketahui ada suatu upacara yang disebut “Batapung Tawar Tian (hamil) Tiga Bulan”, menyusul kemudian dilaksanakan upacara mandi “Tian Mandaring” ketika kehamilan telah berusia tujuh bulan. Tetapi pada masyarakat Banjar Kuala sampai saat ini hanya mengenal dan melakukan upacra mandi “Tian Mandaring” atau sering pula disebut upacara mandi “Bapagar Mayang”. Dikatakan demikian karena upacara tersebut dikelilingi oleh benang yang direntangkan dari tiang ke tiang tersebut di tebu (manisan) serta tombak (bila ada), sehingga merupakan ruang persegi empat pada benang-benang tersebut disangkutkan mayang-mayang pinang dan kelengkapan lainnya


BAB III
P E N U T U P
Dalam menghadapi budaya-budaya ini baik budaya Jawa maupun budaya lainnya. Kita harus mengadakan adanya suatu promosi kesehatan, salah satunya berupa penyuluhan. Yang kita beri penyuluahn ini adalah mitos-mitos yang merugikan sedangkan yang mitos yang baik kita beri bimbingan lagi agar ketidak adanya kesimpangsiuran dalam mengartikannya.

Terdapat lima pendekatan dalam suatu promosi kesehatan, yaitu:
1. Pendekatan medik
2. Pendekatan perubahan perilaku
3. Pendekatan edukasional
4. Pendekatan berpusat pada klien
5. Pendekatan perubahan sosietal

Penyuluhan kesehatan adalah suatu kegiatan pendidikan kesehatan, yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungan dengan kesehatan. Dengan pengertian seperti ini maka petugas penyuluhan kesehatan, disamping harus menguasai ilmu komunikasi juga harus pemahaman yang lengkap tentang pesan yang disampaikan

Pelopor Kebidanan di dunia


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Perkembangan pelayanan kebidanan nasional maupun internasional terjadi begitu cepat. Hal ini menunjukan bahwa perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan merupakan hal yang penting untuk dipelajari dan dipahami oleh petugas kesehatan khususnya bidan yang bertugas sebagai bidan pendidik maupun bidan pelayanan.

Salah satu faktor yang menyebabkan terus berkembangnya pelayanan dan pendidikan kebidanan adalah masih tingginya mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin khususnya di Negara berkembang dan di Negara miskin. Menginngat hal di atas, maka penting bagi bidan untuk mengetahui sejarah perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan karena bidan sebagai tenaga terdepan dan utama dalam pelayanan kesehatan ibu dan bayi diberbagai catatan pelayanan wajib mengikuti perkembangan IPTEK dan menambah ilmu pengetahuannya melalui pendidikan maupun pelatihan serta meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai.

B.     TUJUAN

1.      Mengetahui siapa para pelopor dalam perkembangan kebidanan nasional maupun internasional.
2.      Mempelajari dan memahami serta mencontoh para pelopor dalam perkembangan kebidanan dalam lingkup nasional maupun internasional.

C.    RUMUSAN MASALAH

1.      Siapakah pelopor-pelopor perkembangan kebidanan dalam negeri maupun di luar negeri ?
2.      Bagaimana perjuangan para pelopor kebidanan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam negeri maupun luar negeri ?









BAB II
P E M B A H A S A N

Pelayanan kebidanan adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab profesi bidan dalam sistem  pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan kaum perempuan khususnya ibu dan anak. Bidan di dalam menjalankan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan kewenangan yang diberikan. Seorang bidan haruslah tahu siapa saja yang mempelopori perkembangan kebidanan.

PELOPOR KEBIDANAN DARI LUAR NEGERI

1.      Hyppocrates (460-370 SM)

Hyppocrates yang berkebangsaan Yunani, dikenal sebagai Bapak Pengobatan, tidak lain karena jasa-jasanya dalam bidang keperawatan, kedokteran, dan pengobatan. Dalam bidang kebidanan Hyppocrates menganjurkan agar wanita yang sedang melahirkan harus ditolong berdasarkan perikemanusiaan dengan cara meringankan beban ibu yang sedang bersalin itu.


2.      William Shippman (1736-1808)

Dokter berkebangsaan Amerika ini mendirikan kursus kebidanan dan rumah sakit bersalin, pada tahun 1762. Kemudian pada tahun 1810 bersama dokter Thomas Chaalkley mempromosikan partus buatan pada bayi premature pada ibu yang pinggulnya sempit.


3.      Dr. Sammuel Bard (1742-1821)

Dr. Samuel Bard, yang berkebangsaan Amerika Serikat banyak menulis buku-buku kebidanan, diantaranya :
a.       Cara pengukuran konyugata diagonalis
b.      Kelainan-kelainan pinggul
c.       Melarang pemeriksaan dalam apabila tidak ada indikasi
d.      Membagi persalinan pada empat kala
e.       Menasehatkan jangan menarik tali pusat untuk mencegah terjadinya inversio uteri
f.       Mengajarkan bahwa letak muka dapat lahir spontan
g.      Melarang pemakaian cunam yang berulang-ulang karena banyak menimbulkan kerugian.








4.      Dr. Walter Channing (1786-1876)

Channing memperoleh gelar dokter pertama kali dari Universitas Edinburg. Ia adalah professor kebidanan dan hukum kedokteran pertama yang diperoleh dari Universitas Harvard. Ia adalah salah satu dokter yang pertama kali menggunakan anesthesia (bius) kepada ibu yang melahirkan, dan ia membuat risalah untuk kepentingan itu, diberi judul “Treatise on Etherization in Child Birth, illustrated by 581 cases”, tahun 1849.


5.      Dr. Boudeloque (1745-1810)

Ia adalah ahli kebidanan yang meneliti dan mempelajari tentang panggul dan ukurannya. Ia menerbitkan buku pada tahun 1842, yakni panggul sebagai basis dalam kebidanan, persalinan dapat dilakukan dengan cara sikap dorsol recumbent, ketentuan pemasangan forcep kepala jangan lebih dari 6 jam didasar panggul.


6.      Hugh L. Hodge, M.D. (1796-1873)

Nama lengkapnya Hugh Lenox Hodge. Ia adalah dokter berkebangsaan Amerika, dilahirkan di Philadelphia, pada tanggal 27 bulan juni tahun 1796, memperoleh gelar dokter dari Univearsitas Pennsylvania.

Ia mempelajari letak belakang kepala, mekanisme letak sungsang, pemasangan forcep harus di samping kepala anak kecuali bila kepala masih tinggi, membagi turunnya kepala dengan bidang-bidang dasar panggul. Di samping itu ia menulis buku yang terkenal pada tahun 1866, yakni “The Principle and Practice of Obstertrics”. Buku ini terkenal di Amerika dan di luar Amerika, diterbitkan oleh Thomas Sinclair dari Philadelphia.


7.      Francois Mauriceau (1637-17 Oktober 1709)

Ia adalah ahli kebidanan (obstertrician) berkebangsaan Perancis abad 17 yang terkenal di Eropa. Pertama kali bukunya yang terbit adalah “Traite des Maladies des femmes Grosses et Accouchees”, adalah satu buku yang membangun obstertrics (ilmu kebidanan) sebagai suatu ilmu, yang kemudian diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia. Ia juga terkenal di dalam mengembangkan metoda kuno di dalam membantu kelahiran sunsang. Ia memberikan gambaran mengenai kehamilan tuba dan bersama dengan bidan dari Jerman, Justine Siegmundin (1650-1705) mendapat penghargaan karena mengenalkan praktek punksi (punctio) kantong selaput ketuban (amnion) guna menahan pendarah di placenta praevia, yakni plasenta yang tumbuh pada segmen rahim, yaitu pada daerah dilatasi, sehingga menutupi ostium internum servisis uteri; gejala utama plasenta praevia adalah pendarahan tanpa rasa nyeri pada kehamilan trisemester terakhir, khususnya selama bulan kedelapan.

Pada awal abad 18, seorang ahli kebidanan Inggris Hugh Chamberlen mencoba menjual forceps “rahasia” khusus untuk obstetric kepada Mauriceau. Mauriceau menjadi benci kepada Chamberlen yang menuduhnya bahwa keluarga Chamberlen biasa menipu.


8.      Ignaz Philipp Semmelweis (1 Juli 1818-13 Agustus 1865)

Ia adalah dokter dari Hungaria yang mendapat julukan “savior of mothers” artinya penyelamat kaum ibu. Hal itu karena dalam penelitiannya ia menemukan cara menyelamatkan ibu-ibu yang mengalami demam saat masa nifas, karena infeksi, (sepsis puerpuerium) dapat diatasi secara cepat dengan tekhnik cuci tangan yang akurat berdasarkan standar kedokteran di dalam klinik kebidanan.

Ia pada tahun 1847, mengenalkan teknik cuci tangan menggunakan cairan kapur-klor atau kapur terklorinasi (lime chlorinate solutions=kaporit), kepada mahasiswa kedokteran residen yang sudah praktek autopsy. Teknik cuci tangan seperti ini dalam prakteknya saat itu dapat segera mengurangi demam nifas yang fatal dari 10% sampai 12%. Dasar teori ini kelak menjadi dasar dari penelitian Louis Pasteur yang emngembangkan teori penyebab penyakit karena mikroorganisme pantogen. Semmelweis kemudian dipandang sebagai pelopor prosedur antiseptis.

9.      Daunce dari Bordeaux

Pada tahun 1857 ia memperkenalkan pembangunan incubator dalam perawatan bayi premature. Setelah abad 20 dikembangkanlah post natal care dengam ambulasi dini, roming in mulai dipraktikan, monitoring antepartum dan ingtrapartum yang tepat dengan penggunaan ultrasonografi dan cardiotocgrafi


PELOPOR KEBIDANAN DI DALAM NEGERI

Pendidikan bidan dimulai pada masa penjajahan Hindia Belanda. Pada tahun 1851 seorang dokter militer Belanda (Dr. W. Bosch) membuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia. Pendidikan ini tidak berlangsung lama karena kurangnya peserta didik yang disebabkan karena adanya larangan maupun pembatasan bagi wanita untuk keluar rumah.





BAB III
P E N U T U P

I.                   KESIMPULAN

Berdasarkan apa yang telah disampaikan pada pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan sudah ada sejak lama dan terus berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Ada banyak para pelopor kebidanan di dunia dan di Indonesia yang bias kita rasakan betapa besar jasa dan perjuangan mereka untuk menolong ibu dan bayinya.

II.                SARAN

Penting bagi bidan untuk mengetahui sejarah berkembangnya pelayanan dan pendidikan kebidanan karena bidan sebagai tenaga terdepan dan utama dalam pelayanan kesehatan ibu dan bayi. Diberbagai catatan pelayanan wajib mengikuti perkembangan IPTEK dan menambah ilmu pengetahuan melalui pendidikan formal atau pendidikan nonformal dan bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan serta meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA
Estiwidani. Dwani dan kawan-kawan.2009.Konsep Kebidanan.Yogyakarta:fitramaya
Sofyan, Mustika dan kawan-kawan. 2006. 50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta:PP IBI

 


Entri Populer Q